Dalam bukunya Who Took My Money, Robert T Kiyosaki menceritakan sewaktu dia diajak Ayah Kaya main ke peternakan sapi potong dan peternakan sapi perah. Di peternakan sapi potong, sapi-sapi dipelihara agar yang tadinya kecil dan kurus menjadi besar dan gemuk, setelah itu disembelih. Sapinya mati. Di peternakan sapi perah, sapi-sapi dipelihara untuk diperah susunya. Sapinya tetap hidup.
Pengalaman ini digunakan Kiyosaki untuk mengilustrasikan dua tipe investasi: investasi untuk capital gain (kenaikan harga modal) dan investasi untuk cashflow (aruskas).
Peternakan sapi potong menggambarkan investasi untuk capital gain. Setiap orang yang berinvestasi dengan cara membeli suatu aset di harga rendah, menahan dan menunggu hingga harganya naik, lalu menjual aset itu, berarti dia berinvestasi untuk capital gain.
Investor capital gain biasa melontarkan kata-kata seperti ini:
– NAB reksadana saya naik rata-rata 25% setahun.
– Dulu saya membeli rumah ini seharga 100 juta, dan sekarang saya kira setidaknya harganya bisa mencapai 500 juta.
– Saya membeli saham di harga 1000 per lembar, sekarang harganya 1300, dan saya menjualnya.
Peternakan sapi perah menggambarkan investasi untuk cashflow. Setiap orang yang berinvestasi untuk mendapatkan bunga, dividen, atau uang sewa, dia berinvestasi untuk cashflow.
Investor cashflow bisa dikenali dari ungkapan-ungkapan seperti:
– Berapa pendapatan bersih saya dari sewa atas kontrakan itu?
– Sukuk ritel yang saya beli menjanjikan imbalan 9% per tahun, yang dibayar tiap bulan.
– Tahun ini perusahaan membagikan dividen 100 rupiah per saham.
Menurut Kiyosaki, salah satu sebab begitu banyak orang merugi dalam investasi atau menganggap investasi itu berisiko adalah karena mereka berinvestasi seperti peternak sapi potong, bukan peternak sapi perah. Mereka berinvestasi untuk menjagal ternaknya, bukan untuk mengambil susunya saja. []