Artikel telah dipindahkan ke blog asuransibiru.com.
Asuransi Jiwa dan Kesehatan Syariah
Kontak HP/WA: 082-111-650-732; Email: myallisya@gmail.com
Artikel telah dipindahkan ke blog asuransibiru.com.
Ayah 4 anak, agen asuransi, blogger, youtuber, penyanyi amatir. Lihat semua pos dari Asep Sopyan
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
Terima kasih banyak pak Asep, atas penjelasannya.. Akhirnya postingan yang saya tunggu tayang juga 🙂
SukaSuka
Sama-sama, Bu Yessi. Ditunggu masukannya ya 🙂
SukaSuka
terima kasih….2 jempol, Prof Asep 🙂
SukaSuka
Alhamdulillah, terima kasih 2 jempolnya, Pak Anugrah. Berkah utk Bapak dan keluarga.
SukaSuka
pak asep,
bagaimana menurut bpk asuransi allianz yg kovensional?? apakah haram?? apakah saya bisa menjual produk syariah mengingat upline saya menjual product konvensional
salam
SukaSuka
Salam, Bu Erni. Saya sedang menyusun tulisan ttg hukum asuransi konvensional. Tunggu saja ya. Ibu bisa menjual produk syariah maupun konvensional.
SukaSuka
Assalamuálaikum pak asep. Salam kenal.
Artikelnya mencerahkan sekali. Saya sedang menyusun blog juga dan Untuk topik yang ini saya ijin link ke bapak aja. Bahasan bapak lebih lengkap dan menyeluruh.
SukaDisukai oleh 1 orang
Waalaikumussalam, Bu Sherly. Terima kasih atas apresiasinya. Silakan jika ingin me-link. Terima kasih.
SukaSuka
asuransi indentik pada pnanggulangan resiko/musibah, apakh resiko/musibah dpt di ukur dgn uang..?
artinya peserta asuransi masih takut dgn urusan dunianya, jika asuransi dikatakan ikhtiar, hal wajar bkn brarti benar, lantas bgaimana sbgian org yg tdk mampu mengasuransikan dirinya..? apkah mereka ketika mngalami resiko/musibah tdk terbantukan..?, yg namanya tolong menolong itu tdk bisa dikaitkan dgn asuransi, tp prbuatan sesama manusianya, bkn antara asuransi dan pemegang polis, jadi jnganlah melekatkan dalil2 Qur’an atau hadits jika kita bkn ahlinya, apalagi bukan seorang mursyid dan dtambah lagi kalimat “menurut saya”
والله أعلم..
SukaSuka
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya. Risiko seperti sakit, kecelakaan, meninggal dunia menimbulkan dampak keuangan. Asuransi hanya berurusan dengan dampak keuangan dari risiko, tidak berurusan dengan dampak lain seperti rasa sakit fisik, rasa sakit psikis, dan rasa kehilangan.
Ada banyak cara menolong orang. Dan asuransi memang perihal menolong orang. Jika anda sehat dan baik-baik saja, mungkin sampai kapan pun tidak akan menyadari hal ini. Tapi anda akan merasakannya jika anda sedang sakit dan butuh pertolongan. Saya pun telah merasakannya sebagai agen ketika saya membantu nasabah yang mengalami klaim sakit.
Demikian.
SukaSuka
Hukum Allah gak akan berubah walau SELURUH MAHLUK sepakat untuk merubahnya… Maha tahu yg terbaik untuk setiap kebutuhan mahlukNya. kebesaranNYA tidak terjangkau dengan pikiran hamba yg maha kecil ini…
SukaSuka
Setuju. Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya.
SukaSuka
Karena penulis adalah seorang yg terlibat dalam kegiatan yg diperdebatkan (dalam hal ini asuransi) maka pendapatnya menjadi bias sehingga kurang tepat untuk dijadikan acuan atau referensi …
Baiknya kita mengacu pada para ahli yg sdh menguasai ilmunya dan tdk ada kepentingan didalamnya
Wallaahualam bisawab …
SukaSuka
Ya, tidak apa-apa. Tapi baiknya tetap dilihat kontennya juga. Terima kasih.
SukaSuka
Saya setuju dengan fatwa DSN-MUI no 53 tahun 2006.dari ke 1.2.dan 3.tentang surplus underwaiting.itu Sudah cukup bagus dan bijak.
SukaSuka
Kang Asep. Salut dengan ulasan Anda yang cukup komprehensif dan berani.
Yang terbaik menurut saya adalah MUI bertemu dengan para pihak yang mengharamkan asuransi (termasuk syariah) agar jangan umat dibiarkan memberikan tafsiran sendiri. Dari situlah nanti umat menentukan mau memilih pendapat yang mana yang paling sreg buatnya.
Karena utk menjadi mujtahid itu memang ada syarat2 tertentu, dan tidak semua orang dapat dan boleh melakukannya.
Pendapat saya pribadi, adalah menghindarinya. Karena jika ternyata benar haram hukumnya maka saya ada di posisi yang selamat. Namun jika ternyata hukumnya halal, tidak mengapa, karena asuransi sebenarnya hanya salah satu instrumen mengendalikan resiko. Kita masih bisa menggunakan tools yang lain utk mitigasi risiko yang mungkin terjadi, misal dengan mencari penghasilan tambahan melalui perdagangan, investasi syariyyah dsb.
Demikian semoga pendapat ini bisa memperkaya wawasan kita semua.
Wallahu a’lam.
SukaSuka
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya.
Saya komentari sedikit ttg bahwa asuransi bisa diganti dg tools lain, misal dg mencari penghasilan tambahan melalui perdagangan, investasi syariah, dll.
Pertama, harus disadari bahwa musibah sprt sakit, kecelakaan, meninggal dunia bisa datang kapan saja, sementara mencari penghasilan tambahan dan investasi itu butuh waktu lama.
Kedua, jika musibah datang saat dana yg kita miliki belum cukup, itu masalah. Contoh: Menabung 1 juta tiap bulan, baru nabung setahun terkumpul 12 juta. Tiba-tiba kena stroke yang butuh biaya ratusan juta plus tidak bisa bekerja lagi. Apa yang harus dilakukan? Dalam kondisi ini, orang bisa jatuh ke dalam riba (pinjaman berbunga), misalnya jika dia pinjam uang atau menggadaikan rumah dan asetnya.
Jadi, niatnya menghindari asuransi karena cari selamat, malah jadi tidak selamat.
Tambahan bacaan: https://myallisya.com/2016/04/06/asuransi-syariah-mencegah-riba/
Demikian.
SukaSuka